Krisis Regenerasi Dan Miskonsepsi Batik Indonesia

Krisis Regenerasi Dan Miskonsepsi Batik Indonesia

Krisis Regenerasi Dan Miskonsepsi Batik Indonesia
Menyusuri gang dari jalan Dr. Saharjo, sampailah tiba di kawasan permukiman di Jalan Palbatu 1. Tak jauh Roulette Online dari persimpangan tampak sebuah rumah bercat putih dengan halaman yang cukup luas. Di depannya terpampang papan nama besar bertuliskan ‘Rumah Batik Palbatu’.

Ketika masuk halaman rumah, pemandangan kain panjang dengan corak batik yang terbentang di atas dudukan kayu dan tampaknya sedang dijemur langsung menyambut.

Sementara di sebelahnya, tampak sebidang ‘meja kerja’ dengan sebuah pelat tembaga yang biasa digunakan untuk membuat batik cap.

Budi Dwi Harryanto (55 tahun), atau akrab disapa Harry sedang berbincang dengan dua orang tamu di sebuah meja yang dilapisi taplak batik. Dari pembicaraannya, mereka tampak sedang mendiskusikan materi pengajaran untuk kelas membatik yang ingin digelar dalam rangka merayakan Hari Batik Nasional.

Selain bicara soal teknis persiapan, Harry sedang menjelaskan poin penting yang akan disampaikan saat mengisi acara kelas membatik nanti kepada lawan bicara.

Krisis Regenerasi Dan Miskonsepsi Batik

“Intinya satu, dari saya yang penting peserta yang ikut kelas membatik setidaknya paham makna atau wujud batik asli, mereka bisa membedakan mana batik printing yang selama ini banyak digunakan, dan mana batik tulis asli yang memang dibuat dengan pakem dan teknik tradisional,” tandasnya.

Sementara itu, Harry sedang memberikan ‘kuliah singkat’ dengan santai mengenai batik kepada tamu di ruang depan galeri, di ruangan lain rumah itu beberapa anak muda perempuan berusia di kisaran awal 20-an sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Ada yang sedang melipat kain, merapikan alat atau perlengkapan membatik. Sesekali ada juga di antara mereka yang permisi dan menanyai Harry untuk membahas hal mendesak mengenai janji temu, pesanan batik, atau hal lain yang perlu dikonfirmasi segera.

Jika diperhatikan, anak-anak muda tersebut lebih aktif dan punya peran besar dalam menjalankan operasional di Rumah Batik Palbatu menjadi lebih hidup.

‘Bapak’ jadi panggilan akrab yang dilontarkan mereka kepada Harry sejak awal bergabung di Rumah Batik Palbatu, dan ikut mengupayakan pelestarian batik di tengah kota Jakarta.

“Saya di sini terbuka, anak-anak ini dari yang awalnya hanya ikut magang, tapi sampai sekarang ada yang sudah dua-tiga tahun ikut dengan saya. Mereka mulai dari nol, yang awalnya mungkin sama sekali tidak tahu dan tidak bisa membatik, sampai sekarang setidaknya mereka tahu proses membatik yang sesungguhnya itu seperti apa, setidaknya mereka menghasilkan minimal satu atau dua karya batik yang kemudian bisa tersalurkan atau dihargai dengan layak sesuai dengan apa yang mereka kerjakan,” jelas Harry kepada Validnews yang menyambangi rumah itu pada Jumat (29/10).

Categories: Blogging